HeadlineNews

Ruslan M Daud: Permanenkan Otsus Aceh!

JAKARTA (popularitas.com) – Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Undang-Undang Nomor 20 tahun 2019 tentang ABPN 2020, dimana salah satunya tercantum alokasi dana otonomi khusus untuk Aceh. Untuk tahun anggaran 2020, Aceh mendapatkan jatah dana Otsus sebesar Rp8.3 triliun. Jumlah ini tidak mengalami peningkatan signifikan dengan alokasi tahun lalu. Dengan jumlah tersebut, Aceh sudah mendapatkan akumulasi dana otsus sekitar Rp80 triliun sejak 2008.

Anggota DPR RI Dapil Aceh 2, Haji Ruslan M Daud (HRD) menyampaikan Dana Otonomi Khusus Aceh merupakan amanah dari Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dengan GAM yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki. MoU Helsinki lahir sebagai instrumen untuk mengakhiri konflik politik antara GAM dengan Pemerintah Indonesia.

“Salah satu isi dari MoU tersebut adalah dibentuknya UU Pemerintah Aceh untuk pembangunan Aceh,” kata Ruslan yang merupakan salah satu Tokoh yang ikut berperan aktiv dalam mendorong lahirnya perdamaian Aceh, Rabu, 30 Agustus 2019.

Bupati Bireuen 2012-2017 ini menguraikan bahwa konflik yang berkepanjangan dan peristiwa tsunami yang telah meluluhlantakkan Aceh saat itu dibutuhkan energi besar untuk menata kembali pembangunan Aceh.

“Karenanya salah satu tujuan dari dana Otonomi Khusus adalah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan suprastruktur yang telah hancur akibat konflik dan tsunami di Aceh, seperti tertera di Pasal 183 ayat (1) UU Nomor 11 tahun 2006,” terang HRD.

Anggota DPR RI Komisi V ini melanjutkan, dana Otsus juga diharapkan mampu meredam gejolak perlawanan Aceh terhadap Jakarta karena didorong oleh kesenjangan ekonomi antara Aceh dengan daerah lain di sekitar pusat kekuasaan di pulau Jawa. Sebab itu, Dana Otsus ini tidak hanya dilihat dari produk hukum yang dituangkan dalam UUPA, akan tetapi juga merupakan karya politik antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka guna menyelesaikan masalah sosial ekonomi yang disebabkan oleh konflik.

“Untuk itu, saya melihat perlu adanya political will dari pemerintah pusat untuk mempermanenkan dana Otsus Aceh dalam rangka membangun kepercayaan politik rakyat Aceh kepada pusat,” tegas politisi PKB ini.

HRD menambahkan, sejak Indonesia merdeka, Aceh hampir tidak ada kesempatan untuk membangun. Wilayah serambi Mekkah ini terus berada dalam keadaan konflik baik horizontal maupun konflik vertikal. Pada tahun 1946 terjadi peristiwa perang saudara yang dikenal dengan perang Cumbok, pada tahun 1953 – 1962 terjadi perlawanan DI/TII, seterusnya 1965 peristiwa PKI.

Pada tahun 1976 di bawah pimpinan Hasan Tiro Aceh kembali bergejolak hingga dicapainya perundingan damai antara RI-GAM pada tahun 2005 silam.

“Saya ingin mengingatkan bahwa usia perdamaian di Aceh yang paling lama sejak Indonesia merdeka adalah perdamaian pasca 15 Agustus 2005. Agar perdamaian ini tetap terawat, maka pemerintah pusat harus melakukan sesuatu untuk merebut hati rakyat Aceh. Untuk saat ini saya rasa mempermanenkan dana Otsus adalah keniscayaan,” saran HRD.

Fakta-fakta lain yang menunjukkan bahwa Aceh masih butuh perhatian khusus di antaranya adalah angka kemiskinan yang tertinggi di Sumatera, pengangguran tinggi, indeks pembangunan manusia rendah dan masih ada sederetan permasalah sosial ekonomi lainnya.

“Untuk itu, saya atas nama wakil Rakyat Aceh di Senayan meminta kepada Presiden Jokowi agar mempertimbangkan usulan mempermanenkan Dana Otsus untuk Aceh. Komitmen untuk memperjuangkan kembali Otsus pernah juga disampaikan oleh Jokowi saat kampanye terbuka di Kota Lhokseumawe Maret 2019 lalu,” ujar penerima penghargaan Adhi Karya Pangan Nasional yang diserahkan langsung oleh Jokowi tahun 2016.

Di samping Otsus, Ruslan juga meminta pemerintah pusat untuk segera mengimplementasikan semua kesepakatan damai yang telah dicapai dalam perundingan antara RI-GAM dan telah diratifikasi dalam bentuk UU-PA. Semua komitmen politik, hukum, ekonomi pendidikan dan pemerintahan juga diminta untuk diwujudkan dengan penuh kesadaran oleh pemerintah pusat sebagai konsekwensi logis untuk penyelamatan perdamaian Aceh yang berkelanjutan.

“Kepada seluruh stakeholder Aceh untuk tetap bersatu padu, kompak dan bersinergi dalam mengawal seluruh kesepakatan damai yang telah dituangkan dalam UU-PA,” harap HRD.

HRD juga mengingatkan Pemerintah Aceh untuk fokus penggunaan dana Otsus pada sektor prioritas seperti diatur dalam UU nomor 11 tahun 2006, yaitu untuk infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.

“Saya mengapresiasi kehadiran Pergub Nomor 78 tahun 2015 yang mengatur tentang Rencana Induk Pemanfaatan Dana Otsus Aceh 2008-2027. Namun, implementasinya perlu kita kawal bersama,” ujarnya.

Sebagai anggota DPR RI yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, HRD juga menyatakan siap melakukan pengawasan dan pendampingan untuk memastikan dana Otsus itu digunakan sesuai dengan amanah UUPA dan semangat perdamaian.

“Terakhir saya ingin menyampaikan bahwa kerja kolektif dalam membangun Aceh merupakan keniscayaan dalam menggapai Aceh yang maju, adil, sejahtera dan makmur dalam kedamaian,” tutup HRD.* (RED)

Shares: