News

Sikapi Terjemahan Rasis, Koalisi NGO HAM Aceh Somasi Google LLC

BANDA ACEH (popularitas.com) – Koalisi NGO HAM Aceh secara resmi melayangkan somasi kepada pimpinan kantor pusat Google LLC dan pimpinan Kantor Perwakilan Google di Indonesia terkati fitur Google Translate yang dinilai bersikap rasis dalam menterjemahkan frasa “aceh.”

Somasi tersebut dilakukan setelah menindaklanjuti laporan salah seorang warga Aceh, Haekal Afifa, yang menemukan adanya kandungan diskriminasi rasial dan penyebaran kebencian terhadap suku Aceh dan Melayu. Dalam laporan itu, Haekal juga menemukan adanya upaya pengrusakan tatanan bahasa daerah, sehingga memicu keresahan publik serta membuka ruang konflik horizontal atas keberagaman suku di Indonesia.

“Terhadap kejadian tersebut, pelapor telah menyampaikan surat protes melalui Forum Masyarakat Melayu Aceh kepada Pihak Google Perwakilan Indonesia dengan membuat tembusan kepada Kantor Pusat Google, LLC,” kata Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad dalam surat somasi tersebut.

Atas protes itu, kata Zulfikar, pihak Google Indonesia mengakui telah terjadi kesalahan dalam sistem layanan Google Translate. Perwakilan Google Indonesia bahkan menyampaikan permintaan maaf secara lisan atas kasus itu. Namun, pihak Google Indonesia menyatakan tidak memiliki wewenang luas untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

“Google Indonesia meminta kita melakukan komplain langsung ke Google LLC dengan menggunakan tautan yang mereka kirimkan,” kata Zulfikar lagi. Surat balasan ini dikirimkan Google Indonesia melalui e-mail kepada Haekal Afifa pada 18 Oktober 2019 pukul 13.46 WIB lalu.

Zulfikar menilai tanggapan yang disampaikan pihak Google Indonesia tersebut tidak menggambarkan penyelesaian hukum yang signifikan. Jawaban ini juga dianggap sebagai bentuk i’tikad tidak baik Google melalui perwakilannya di Indonesia, yang tidak berupaya menyelesaikan permasalahan tersebut sampai tuntas.

Untuk itulah kemudian Koalisi NGO HAM yang mewakili rakyat Aceh-Melayu di Indonesia lantas melayangkan somasi ke Google LLC. Mereka juga menuntut beberapa poin agar segera dilaksanakan oleh mesin telusur nomor satu di dunia tersebut.

Salah satu poin somasi yaitu menuntut Google LLC untuk membuka, melacak, dan memberikan data kontributor pembuat terjemahan yang mengandung diskriminasi rasial dan menyebar kebencian, yang merendahkan harkat dan martabat suatu suku di Indonesia. Hal ini dinilai penting agar masyarakat Aceh-Melayu dapat menyelesaikan kasus rasial ini secara hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku baik di Indonesia maupun Internasional.

“Atas nama rakyat Aceh-Melayu di Indonesia dan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan Internasional, kami juga meminta pihak Google baik Kantor Pusat Google, LLC maupun Kantor Perwakilan Google di Indonesia agar meminta maaf secara terbuka dan resmi melalui media massa (cetak, elektronik dan daring) di 34 (tiga puluh empat) Provinsi di Indonesia,” bunyi surat somasi tersebut di poin kedua.

Kemudian, pihak Koalisi NGO HAM Aceh juga menuntut Google LLC untuk memberikan jaminan serta memastikan kejadian serupa tidak lagi terulang dalam layanan Google Translate, khususnya terhadap masyarakat Aceh, Melayu dan kepada bangsa-bangsa lain di dunia pada umumnya.

“Surat peringatan ini kami sampaikan untuk menuntut pertanggungjawaban Google dan memberikan solusi penyelesaian permasalahan, dan diharapkan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah surat ini disampaikan kepada Pihak Google agar dapat memenuhi tuntutan kami tersebut di atas,” pungkas Zulfikar Muhammad.

“Saat ini terjemahan di google sudah diperbaiki, tetapi kita tetap meminta agar pihak Google komit memperbaiki permasalahan ini dengan harapan ke depan tidak terjadi lagi,” kata dia lagi.

Sebelumnya diberitakan, Haekal Afifa, salah seorang aktivis lokal di Aceh, memprotes hasil layanan Google Terjemahan atau Google Translate yang dinilai telah mendiskreditkan orang Aceh secara umum. Dia menyebutkan semua hal berkenaan dengan Aceh yang diterjemahkan oleh mesin milik Google tersebut berubah menjadi negatif dan sangat menyudutkan orang-orang Aceh, khususnya untuk terjemahan bahasa Jawa dan Melayu ke bahasa Inggris.

“Jika frasa ‘anak Aceh’ dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu diterjemahkan ke bahasa Inggris, maka ditulis terjemahannya sebagai ‘son of a bitch’,” kata Haekal dalam surat terbukanya yang ditujukan kepada Managing Director Google Indonesia yang beralamat di Jakarta Selatan.

Haekal juga mendeteksi terjemahan bahasa Melayu dan Jawa untuk frasa-frasa lain yang berkenaan dengan Aceh juga menghina orang-orang Aceh. Dia menyebutkan seperti frasa ‘anak aceh’ yang kemudian diterjemahkan menjadi ‘bajingan’, ‘pria aceh’ menjadi ‘dasar brengsek’, ‘wanita aceh’ menjadi ‘seorang wanita yang kasar’, ‘suku aceh’ diartikan menjadi ‘suku yang sakit’.

“Semua frasa tersebut yang ditampilkan oleh produk layanan Google terjemahan, khususnya opsi dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu ke bahasa Indonesia itu terlihat seperti ada unsur kesengajaan dan bukan bagian dari terjemahan, tapi lebih kepada mendeskripsikan dan mendiskreditkan saya dan orang Aceh secara umumnya,” tambah Haekal.

Dia mengatakan sebagai bangsa Aceh, marwahnya merasa telah dihina, direndahkan, didiskriminasi dan diperlakukan rasis oleh layanan Google terjemahan tersebut. Karena, kata dia, dalam bahasa, budaya dan nilai hidup orang-orang Aceh tidak pernah terdapat arti dari frasa seperti yang diterjemahkan oleh layanan perusahaan Google tersebut.

“Tindakan ini membuktikan bahwa perusahaan Google, khususnya produk layanan Google terjemahan tidak memiliki sistem verifikasi yang baik dan rasa sensitifitas terhadap keberagaman budaya, bahasa, suku, adat serta peradaban masyarakat di Indonesia yang berpotensi konflik horizontal dan memecahkan persatuan bangsa Indonesia,” ujarnya lagi.

Dalam surat terbuka tersebut, Haekal juga meminta kepada pihak perusahaan Google LLC atau pihak Google Indonesia untuk menghapus frasa-frasa tersebut di atas pada produk layanan Google terjemahan (Google Translate), khususnya terjemahan dari bahasa Jawa dan Melayu ke Bahasa Indonesia dan Inggris yang mengandung diskriminatif rasial sesegera mungkin.

Hal itu, menurutnya, tidak saja meresahkan dirinya sebagai bangsa Aceh, tapi juga telah melanggar Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial atau ICERD (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) yang sudah disahkan oleh Sidang Majelis Umum PBB Nomor 2106 (XX) pada 21 Desember 1965 serta telah diratifikasi oleh Republik Indonesia pada 25 Juni 1999.

Selain itu, hasil terjemahan Google tersebut juga dinilai telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Saya yakin, sebagai sebuah perusahaan multinasional yang menawarkan produk dan layanan yang mendunia, para pekerja Anda (Google) tentunya paham dengan aturan dan regulasi di atas. Karena sampai kapanpun dan dimanapun praktek rasial harus segera dihentikan. Perusahaan Anda memiliki peran besar untuk mulai menghentikannya dari sekarang,” pungkas Haekal.* (BNA/C-008)

Shares: