HeadlineNews

Buruh Aceh Gelar Aksi Tolak RUU Omnibus Law dan PHK

Buruh Aceh Gelar Aksi Tolak RUU Omnibus Law dan PHK
Sejumlah perwakilan pengurus dan anggota serikat pekerja serikat buruh dari berbagai sektor yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh menggelar aksi unjuk rasa di halaman DPRA pada Selasa (25/8/2020) sore. (Fadhil/popularitas.com)

POPULARITAS.COM – Sejumlah perwakilan pengurus dan anggota serikat pekerja dari berbagai sektor yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh menggelar aksi unjuk rasa di halaman DPRA pada Selasa (25/8/2020) sore.

Dalam aksi ini, mereka menuntut tiga hal utama, yakni menolak Omnibus Law, menolak PHK dan menuntut penyelesaian kasus ketenagakerjaan baik yang di-PHK dan dirumahkan. Aksi ini tetap menerapkan protokol kesehatan.

Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Aceh, Habibi Inseun mengatakan, penolakan mereka terhadap Rancangan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law karena tidak keterpihakan kepada buruh.

“Karena poin-poin di dalamnya ada 9 alasan yang kami sampaikan dalam tuntutan kami, itu merugikan pekerja buruh, baik kehilangan pesangon, mudahnya PHK, kontrak seumur hidup dan potensi hilang upah minimum dan lain sebagainya,” kata Habibi kepada wartawan, usai aksi.

Sementara tuntutan lainnya, kata Habibi, para buruh mendesak pemerintah untuk berupaya menyelesaikan perselisihan antara perusahaan dengan para pekerja, seperti korban PHK dan dirumahkan.

“Teman-teman kita yang di-PHK, dirumahkan, sampai hari ini belum semuanya selesai dan itu terkesan lambat penyelesaiannya,” jelas Habibi.

Ia menambahkan, selama pandemi Covid-19, ada 3.880 pekerja yang di Aceh yang terkena PHK. Kemudian juga ada 4.038 pekerja yang dirumahkan. Dari jumlah itu, yang paling banyak berasal dari karyawan perhotelan.

“Kami bersama kawan-kawan buruh menyuarakan menyampaikan ke pemerintah agar persoalan ini dituntaskan segera mungkin,” kata Habibi.

Disebutkan Habibi, sebagian dari korban PHK dan dirumahkan bahkan belum mendapatkan hak-haknya. Oleh karena itu, pihaknya meminta DPRA dan dinas terkait di Aceh untuk mengadvokasi persoalan itu.

“Kami beri waktu 2 bulan atau 60 hari, agar yang di-PHK jelas mendapat hak-haknya. Yang dirumahkan juga mendapat upahnya dan kembali bekerja,” jelas Habibi.

“Dua hal tersebut yang kami sampaikan secara khusus, dan di samping itu ada hal-hal lain menyangkut dengan pelaksanaan pembayaran upah minimum, pembentukan dewan pengupahan, dan lain lain,” pungkasnya. []

Reporter: Muhammad Fadhil
Editor: Acal

Shares: