News

Derita masyarakat Bener Meriah hidup di tengah ancaman gajah liar

Diskusi terkait konflik manusia dan satwa di Kantor WALHI Aceh, Banda Aceh, Kamis (30/11/2023). (Hafiz Erzansyah/popularitas.com)

POPULARITAS.COM – Konflik yang terjadi antara manusia dan satwa liar di Tanah Rencong seakan tak pernah ada habisnya.

Daerah aliran sungai (DAS) Peusangan misalnya. Di kawasan yang mencakup beberapa kabupaten ini kerap terjadi konflik gajah sejak lama.

Namun, hingga sekarang tak ada penyelesaian yang pasti. Akibatnya, masyarakat kecil lah yang menjadi korban dan menderita.

Satu contoh, banyak warga di Desa Negeri Antara, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah yang kehilangan mata pencahariannya sebagai petani.

Mereka takut akan serangan gajah liar yang hingga detik ini masih berkeliaran di pemukiman, tak hanya di perkebunan warga.

Menurut Reje (Kepala Desa) Negeri Antara, Riskanadi, konflik gajah ini telah terjadi sejak 13 tahun lalu hingga sekarang.

Mirisnya, tercatat hampir 90 persen warga di sana bermata pencaharian sebagai petani dan kini hanya tinggal 10 persen saja.

“Warga yang masih bertani sepuluh persen saja, lainnya terpaksa mencari pekerjaan di luar daerah, jadi buruh,” ungkapnya saat diskusi terkait konflik manusia dan satwa di Kantor WALHI Aceh, Kamis (30/11/2023).

Bahkan, konflik itu kini meluas di perkebunan perusahaan tempat warga bekerja. Hal ini sangat mengancam dan dapat berimbas ke masyarakat.

“Jika tidak segera ditangani, maka perusahaan perkebunan itu akan bangkrut dan lagi-lagi berimbas ke masyarakat,” ucapnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Mukim Datu Draka Kecamatan Pintu Rime Gayo, Syahrial. Menurutnya, konflik gajah tersebut semakin meluas.

“Dampaknya ini juga berkaitan dengan jumlah kerugian, ekonomi warga, tanaman yang dirusak dan lain-lain,” katanya.

Selain itu, diketahui bahwa saat ini anak-anak di sana enggan bersekolah, karena khawatir akan diserang oleh mamalia bertubuh besar tersebut.

“Kami berharap agar konflik ini bisa diselesaikan oleh pemerintah dan instansi terkait,” ucap Syahrial.

Syahrial menuturkan, ada sekitar 70 ekor lebih gajah yang hingga kini masih berkeliaran di Kecamatan Pintu Rime Gayo dan Aceh Tengah.

Sementara, Reje Desa Musara Limo Lapan Bener Meriah, Farid Wajdi juga menambahkan, konflik gajah yang terjadi selama ini telah melemahkan ekonomi masyarakat.

Bila pemerintah tak mengambil sikap, maka hal itu juga berefek pada permasalahan mental dan kesehatan anak, seperti stunting atau gizi buruk.

Kinerja BKSDA Aceh Terburuk se- Indonesia

Ketua Relawan Tim Pengamanan Flora dan Fauna (TPFF), Muslim mengaku bahwa kinerja BKSDA Aceh sangat-sangat buruk se-Indonesia.

Hal ini karena mereka dinilai tak mampu menangani permasalahan konflik satwa dengan manusia tersebut.

“Saat kita minta menyelesaikan konflik, mereka tidak hadir, tidak ada tindakan. Kalau tidak mampu bubarkan saja BKSDA Aceh,” tegasnya.

Ia menilai, konflik satwa yang berlarut hingga kini juga tak lepas dari ulah pemerintah yang kerap mengeluarkan izin HGU bagi perusahaan sawit.

Sehingga, kata dia, hal ini erdampak pada terganggunya habitat gajah dan satwa lainnya yang ada di lokasi tersebut.

“Akhirnya masyarakat yang dirugikan, karena gajah-gajah tersebut masuk ke pemukiman dan perkebunan warga,” pungkasnya.

Shares: