News

Yagasu Targetkan Restorasi Mangrove di Aceh Seluas 5.500 Hektare

Ilustrasi, Mangrove. (Foto: Suarapalu)

BANDA ACEH (popularitas.com) – Keberadaan hutan mangrove atau bakau di kawasan pesisir dinilai berperan penting bagi keseimbangan alam dan bumi. Baik menyangkut aspek ekologi dan lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Berbagai kebijakan dan program prioritas terus digalakkan melalui upaya-upaya pelestarian lingkungan yang diharapakan dapat menciptakan berbagai solusi bagi berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi hari ini.

Yagasu Aceh sebagai Non Government Organization yang berfokus pada pemulihan ekosistem mangrove mengembangkan riset ilmiah yang bertujuan untuk melindungi lingkungan dan mengembangkan program masyarakat dalam membantu pemerintah dalam aktifitas ini.

Tim Yagasu Aceh melakukan Mou dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banda Aceh terkait Pengembangan Program Restorasi & Perlindungan Mangrove di Provinsi Aceh.

Direktur Program Yagasu Aceh, Meilinda Suriani Harefa menyampaikan pihaknya tengah menyusun rencana zonasi mangrove dan regulasi berupa program restorasi & perlindungan mangrove dengan target seluas 2500 hektar, untuk wilayah Provinsi Aceh. Dengan target restorasi mangrove yang akan dilakukan dari Provinsi Aceh sampai Provinsi Sumatera Utara selama 4 tahun (2019 – 2023) seluas 5.500 ha.

Diharapkan dengan luasan restorasi ini, hutan mangrove yang ditanam mampu berfungsi sebagai pencadangan karbon dan sumber penghasil oksigen untuk bumi. Kata dia, beragam manfaat dan fungsi penting tanaman yang hidup di air payau tersebut. Antara lain manfaat ekonomi, karena batang tanaman penahan gelombang laut ini menghasilkan kayu.

Kemudian kulit batang untuk pewarna kain alami, buah mangrove sebagai bahan baku obat, kosmetik, serta aneka olahan makanan yang sudah dilaksanakan di Kantor Yagasu Medan.

“Beragam manfaat hutan mangrove ini juga nantinya disepakati untuk disosialisasi kepada masyarakat, terutama yang bermukim di kawasan pesisir karena tidak sedikit masyarakat yang menganggap mangrove menjadi pengganggu produktivitas hasil tambak yang saat ini sudah banyak beralih dengan konsep tambak silvofishery dengan mengkombinasikan kegiatan budidaya perikanan dan penanaman mangrove di dalam tambak,” ujarnya.

Kepala DLHK Aceh, Sahrial mengatakan sebagian wilayah Aceh merupakan kawasan pesisir karena diapit hamparan laut sampai Samudera Hindia, sehingga keberadaan hutan mangrove harus mendapat perhatian. Salah satunya menggerakkan berbagai elemen masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan laut dan pesisir.

Apabila kerjasama sudah dilakukan dengan berbagai pihak, maka regulasi terhadap hutan mangrove akan semakin kuat untuk disepakati bersama, dengan tujuan melindungi dan melestarikan keberadaan mangrove.

Sehingga dapat mengantisipati pihak-pihak yang berpotensi untuk mengambil keuntungan sepihak, dan menyalahgunakan kekuasaan terhadap hutan serta memanfaatkan hutan mangrove untuk keuntungan pribadi dapat di minimalisir.

“Kedepan perlu adanya  penataan tata ruang yang strategis untuk menempatkan kembali hak hidup mangrove pada habitatnya untuk kepentingan masyarakat nelayan, serta upaya pelaksanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” ujarnya. (dani)

Shares: