News

Kasus korupsi Rp1,5 miliar di Bireuen mulai disidang

Sidang kasus korupsi penyertaan modal pada PT BPRS Kota Juang Bireuen di Pengadilan Topikor Banda Aceh, Rabu (27/12/2023). Foto: Hafiz Erzansyah/popularitas.com

POPULARITAS.COM – Kasus korupsi penyertaan modal pada PT BPRS Kota Juang, Bireuen senilai Rp1,5 miliar mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Rabu (27/12/2023).

Sidang ini dihadiri tiga terdakwa yaitu eks Kepala BPKD Bireuen 2018-2022 sekaligus Asisten Sekdakab, Z serta Direktur Utama PT BPRS Kota Juang, Y dan Kabag Perekonomian dan SDA Sekdakab Bireuen, KH.

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai oleh Kasi Pidsus Kejari Bireuen, Siara Nedy membacakan dakwaan terhadap ketiganya.

Terdakwa dinilai telah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan huruf b, ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Akibat perbuatan tersebut, negara pun mengalami kerugian hingga mencapai Rp 1.078.840.999,69, yang diketahui dari hasil audit pihak Inspektorat Aceh.

Mendengar dakwaan yang dibacakan, para terdakwa mengajukan keberatan atau eksepsi yang akan dijadwalkan pada Rabu, 3 Januari 2024 mendatang.

Seperti diketahui, Kejari Bireuen mengusut dugaan korupsi dalam penyertaan modal di PT BPRS Kota Juang dengan menetapkan tiga tersangka.

Kajari Bireuen, Munawal Hadi mengatakan, penetapan tersangka dilakukan usai penyidik mengumpulkan alat dan barang bukti dugaan korupsi.

“Berdasarkan alat bukti dan barang bukti permulaan yang cukup, penyidik menetapkan tiga orang tersangka, dua tersangka merupakan pejabat pemerintah dan satu lainnya direktur bank,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Dugaan korupsi ini berawal dari penyertaan modal di PT BPRS Kota Juang pada tahun 2019 sebesar Rp1 miliar dan pada tahun 2021 sebesar Rp500 juta.

Dana tersebut, kata mantan Kasi Penkum dan Humas Kejati Aceh ini, bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Bireuen.

“Penyertaan modal itu sebagai bentuk investasi di badan usaha milik daerah, namun penyertaan modal itu tidak sesuai dengan aturan investasi pemerintah daerah yang diatur dalam peraturan Mendagri,” jelasnya.

Para terdakwa dalam kasus ini telah menyetujui penyertaan modal serta mempermudah usulan pembiayaan, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan perbankan syariah.

“Selain itu, diduga membuat pembiayaan fiktif untuk kelompok petani, akibatnya negara rugi sebesar Rp 1 miliar lebih,” kata Munawal Hadi.

Shares: