News

Kisah Sidalupa, perjalanan kakak beradik yang terpisah di hutan Aceh Barat

Suasana Anjungan Kabupaten Aceh Barat di Taman Sulthanah Safiatuddin, Banda Aceh, pada PKA 8. Foto: Muhammad Fadhil

POPULARITAS.COM – Kisah menarik tentang dua kakak-beradik yang terpisah selama 25 tahun di hutan pedalaman Aceh Barat, kemudian ditemukan dan disadarkan oleh seorang ulama dari Hindia diceritakan dalam hikayat “Sidalupa”.

Hikayat Sidalupa versi Hanafiah Sanggar Seni Datok Rimba (SSDR) menggambarkan perjalanan yang penuh liku-liku, kehilangan, dan akhirnya rekonsiliasi ini dipentaskan di Taman Budaya Banda Aceh pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8.

Babak pertama cerita ini mengambil latar di pemukiman Woyla, Kabupaten Aceh Barat. Di sini, tokoh kepala suku bernama Tok Mancang, yang memiliki dua anak laki-laki, Cho dan Choe.

Kedua anak ini sering terlibat dalam tugas menjaga kerbau pusaka milik ayah mereka, tetapi saat kerbau tersebut hilang, nasib mereka berubah. Ayah mereka marah besar dan mengusir mereka ke dalam hutan dengan kutukan mengerikan. Keduanya tersesat dan terpisah selama 25 tahun.

“Mereka ini terpisah, satu arah selatan dan satu arah barat, mereka lalu ditumbuhi dengan bulu yang lebat sekujur tubuhnya,” kata Dedi Surya, petugas Anjungan Kabupaten Aceh Barat, saat ditemui, Selasa (7/11/2023).

Babak kedua hikayat menceritakan pertemuan mereka yang telah berubah secara fisik dan perilaku. Mereka bertarung dalam hutan, menciptakan ketakutan bagi penduduk desa.

Menurut Dedi Surya, keberadaan mereka yang misterius membuat warga desa gelisah. Akhirnya, seorang ulama dari Hindia datang ke pedalaman hutan dan berhasil mengalahkan mereka serta menyadarkan mereka bahwa mereka adalah manusia, kakak dan adik yang telah terpisah selama bertahun-tahun.

Ulama tersebut memberi mereka nama “Dalupa,” yang berarti kakak lupa adik dan adik lupa kakak dalam bahasa Aceh dan Indonesia.

Setelah Sidalupa disadarkan, kata Dedi Surya, mereka dipertemukan kembali dengan ayah mereka, dan penduduk desa yang sebelumnya suka bermabuk-mabukan juga diberi nasehat oleh sang Ulama.

“Masyarakat tersebut akhirnya memutuskan untuk bersyahadat masuk Islam, menandakan akhir dari era kemabukan di desa tersebut, nah di situlah berkembang terus Islam di Aceh, ini berdasarkan cerita hikayat itu,” ujar Dedi Surya.

Fauzi, pejabat Pemkab Aceh yang bertugas menjaga anjungan daerah itu menjelaskan bahwa kisah Sidalupa sudah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2022 lalu.

Ia menjelaskan, Si Dalupa merupakan kesenian tradisonal yang muncul dan berkembang di tengah masyarakat Aceh Barat, terutama di Kecamatan Woyla Barat, Woyla dan Bubon.

Kata Fauzi, nama Si Dalupa merupakan gabungan dari nama tokoh dalam hikayat itu sendiri yaitu Si Dal dan Upa, maka dikenal dengan Si Dalupa, dapat juga bermakna Sida lupa keu adek, adek lupa keu da (Kakak lupa adik, adik lupa akan kakak).

“Kisah Sidalupa ini mencerminkan nilai-nilai penting seperti persatuan, penyesalan, dan rekonsiliasi. Kita dapat belajar dari perjalanan Sidalupa dan upaya sang ulama dalam membawa perdamaian,” kata Fauzi.

Shares: