News

Mantan Bupati KKT akui tidak tahu permintaan uang ketuk palu

JPU Kejati Maluku menghadirkan mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon sebagai saksi kasus dugaan korupsi SPPD fiktif pada BPKAD KKT 2020 di persidangan, Jumat (15/12/2023). (ANTARA/daniel/)

POPULARITAS.COM – Mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KTT), Maluku Petrus Fatlolon mengaku tidak mengetahui adanya permintaan sejumlah uang ketuk palu oleh DPRD untuk persetujuan laporan pertanggungjawaban Bupati 2019 yang dilakukan tahun 2020 senilai Rp150 juta.

“Awalnya memang terjadi deadlock atau jalan buntu saat pembahasan, tetapi saya tidak mengikuti rapatnya di DPRD tetapi diwakilkan kepada Sekda KKT selaku ketua tim anggaran pemerintah daerah,” kata Petrus di Ambon, Jumat (15/12/2023) malam.

Penjelasan Petrus disampaikan sebagai saksi dalam persidangan atas enam terdakwa kasus dugaan korupsi SPPD fiktif pada BPKAD KKT tahun anggaran 2020.

Dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim Tipikor Haris Tewa dan didampingi dua hakim anggota, Petrus mengakui dirinya sering didatangi saksi Jaflaun Batlayeri selaku mantan Ketua DPRD KKT 2017-2021 menawarkan solusi penyelesaian deadlock dimaksud.

Solusi dimaksud adalah OPD harus mengeluarkan sejumlah dana kepada DPRD agar dalam rapat paripurna dewan nantinya disetujui laporan pertanggungjawaban Bupati 2019 pada 2020.

Penjelasan Petrus dibantah saksi Jaflaun, namun Petrus mengakui adanya rekaman kamera pengawas baik di kantor bupati maupun di rumah dinas atau pandopo bupati.

Saksi lainnya yang dihadirkan JPU Kejati Maluku Achmad Atamimi adalah Piet Kait Taborat yang mengaku tidak ada deadlock dalam pembahasan tersebut, namun keterangannya bertentangan dengan Petrus maupun saksi Apolonia Laratmase dan Riky.

Piet Kait juga mengaku bahwa anggota DPRD KKT atas nama saksi Apolonia yang mengambil Rp450 juta dari BPKAD dan memberikan Rp150 juta kepada Ketua DPRD lalu sisanya dibagikan kepada anggota Banggar DPRD KKT.

Namun, keterangan Piet Kait dibantah langsung saksi Apolonia dalam persidangan dan bersumpah tidak mengambil uang ketuk palu tersebut.

Padahal terdakwa Maria Gorety Batlayeri untuk menyerahkan uang Rp250 juta tersebut kepada Saksi Apolonia Laratmase di kediamannya.

Uang berjumlah Rp450 juta tersebut, ternyata seluruhnya diambil dari anggaran kegiatan perjalanan dinas pada BPKAD Tahun Anggaran 2020 yang bersumber dari anggaran perjalanan dinas yang dikelola oleh Sekretaris dari masing-masing bidang.

Atas keterangan para saksi di bawah sumpah, namun saling membantah itu, majelis hakim Tipikor mengingatkan tingginya ancaman hukuman 12 tahun penjara bagi mereka yang memberikan kesaksian palsu.

Shares: