EditorialHeadline

Menanti putusan MKMK

Menanti putusan MKMK
Sidang pengucapan putusan/ketetapan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Jakarta, Senin (16/10/2023). (ANTARA/Fath Putra Mulya)

POPULARITAS.COM – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Assiddiqie mengatakan, pihaknya akan terbitkan putusan 7 November 2023 mendatang. Keputusan itu terkait dengan perkara dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan elemen masyarakat atas 9 hakim di lembaga itu.

MKMK sendiri, telah melakukan pemeriksaan secara tertutup terhadap 9 hakim MK. Menurut Jimly, begitu banyak persoalan yang muncul saat pemeriksaan. Mulai dari dugaan adanya pelanggaran etik kepentingan kekerabatan antara Ketua MK dengan pelapor terhadap putusan terkait dengan UU Pemilu.

Kemudian dugaan lobi Ketua MK Anwar Usman kepada sejumlah hakim atas putusan perkara nomor 90 yang memutuskan batas usia capres dan cawapres, serta sejumlah masalah lainnya.

Beberapa pakar hukum tata negara menilai, putusan MK terkait dengan UU Pemilu soal batasan usia capres dan cawapres cacat hukum. Bahkan, sekelas pakar hukum Yusril Ihza Mahendra menilai keputusan tersebut mengandung penyelundupan hukum.

Ditengah penolakan masyarakat atas keputusan MK itu, lembaga itu tak bergeming. Muaranya, MKMK pun dibentuk guna menilai potensi unsur pelanggaran terhadap putusan tersebut.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Kristen Indonesia (UKI) Prof John Pieris menilai, putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang memberikan norma hukum baru terhadap pasal 169 UU Nomor 7 tahun 2017, memberikan kesan bahwa MK telah menafsirkan open legal policy menjadi constitusional policy.

Dampaknya sangat berbahaya sekali dalam konteks keadilan dan kepastian hukum, yakni sejauh mana angka usia capres dan cawapres atau pengalaman menjabat sebagai pejabat publik, gubernur/bupati dan walikota menjadi satu kebutuhan konstitusi.

Bahkan John Pieris menilai, putusan MK tersebut bertentangan dengan UUD 1945 yakni pasa 6 ayat 2 yang menyebutkan bahwa, syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan UU atau primary rules). Jadi, sudah tepat bahwa batas usia capres dan cawapres diatur kembali dalam undang-undang atau secondary rules. Jadi, MK tidak boleh mengabulkan permohonan dan menambah norma baru pada syarat usia capres dan cawapres.

Jadi, kata Prof John Pieris, apa yang dilakukan oleh MK merupakan putusan terburuk dalam upaya hukum positif dan reformatif. Keputusan MK terkait dengan batas usia capres dan cawapres telah menabrak hukum itu sendiri.

Kembali pada persoalan MKMK yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie. Jika memang lembaga ini dapat membuktikan terdapat unsur pelanggaran etik saat putusan terkait syarat usia capres dan cawapres, mungkinkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dapat dibatalkan.

Jimly Asshiddiqie temukan pelanggaran etik hubungan kekerabatan terkait UU Pemilu
Jimly Asshiddiqie, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Menurut Jimly, kemungkinan itu dapat saja dilakukan, namun para pelapor mesti dapat memberikan keyakinan dan bukti kepada MKMK.

Publik saat ini menanti putusan MKM pimpinan Jimly Asshiddiqie. Sebab, jika keputusannya tidak menjawab kegelisahan masyarakat tentang adanya dugaan unsur nepotisme dalam putusan itu, hal itu akan semakin membuat apatisme warga terhadap MK dan masa depan hukum di Indonesia.

Putusan MKMK akan jadi tolak ukur mengembalikan marwah MK yang dipimpin Anwar Usman yang tak lain merupakan Paman Gibran Rakabuming Raka itu. Kini, lembaga yang selama ini miliki reputasi sangat baik itu, porak-poranda kredibilitasnya, bahkan, masyarakat memplesetkan nama institusis itu jadi Mahkamah Keluarga.

Jika putusan MKMK dapat membatalkan keputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, hal tersebut akan menandai babak baru kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap institusi itu. Kita hanya berharap, ditengah kekacauan yang terjadi saat ini, Jimly dan kawan-kawan mampu menjawab persoalan hukum yang telah menghancurkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. (***EDITORIAL)

Shares: