News

Peraturan MA: Ambil Foto dan Rekam Sidang Harus Seizin Hakim

Gugatan Terhadap Bupati Nagan Raya Terkait Tanah Puskemas Ditolak
Gavel and scales

Mahkamah Agung (MA) menerbitkan peraturan baru yang memperketat pengambilan dokumentasi selama persidangan berlangsung.

Di dalam beleid terbaru, Peraturan Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan, hakim memiliki kewenangan untuk mengizinkan atau tidak kegiatan dokumentasi selama sidang berlangsung.

“Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/ Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan,” demikian bunyi Pasal 4 Angka 6 Perma tersebut yang dilihat, Senin (21/12) diakses dari situs pengadilan.

Sementara dalam persidangan tertutup, pengambilan dokumentasi berupa foto, rekaman audio maupun rekaman audio visual tak diizinkan.

Perma itu diteken Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada 27 November 2020, dan diundangkan pada 4 Desember 2020.

Setiap orang yang hadir di muka persidangan juga dilarang menggunakan telepon seluler untuk melakukan komunikasi dalam bentuk apa pun, dan tidak mengaktifkan nada dering/suara telepon seluler selama persidangan berlangsung.

Selanjutnya, pengunjung sidang dilarang berbicara satu sama lain, makan, minum, merokok, membaca koran, tidur dan/atau melakukan perbuatan yang dapat mengganggu jalannya persidangan.

Kemudian, pengunjung sidang yang hadir wajib berpakaian sopan.
“Setiap orang yang hadir di ruang sidang harus mengenakan pakaian yang sopan dan pantas, serta menggunakan alas kaki tertutup dengan memperhatikan kearifan lokal,” bunyi Pasal 4 Angka 14.

Terkait rencana pelarangan dokumentasi tanpa izin hakim, Pada Februari 2020 lalu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritik itu menjadi angin segar bagi mafia tetapi buruk bagi jurnalis. Saat itu aturan izin hakim untuk dokumentasi persidangan tersebut masih berupa Surat Edaran dari MA.

Ketua YLBHI Asfinawati kala itu berpendapat isi surat edaran itu juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kerja-kerja jurnalistik dalam memperoleh informasi dan menyebarluaskan kepada masyarakat.

Berdasarkan catatan YLBHI, Asfin mengatakan rekaman sidang di pengadilan memiliki sejumlah manfaat. Pertama, sebagai bukti keterangan-keterangan dalam sidang.

Ia memandang Indonesia tidak memiliki tradisi dan ketentuan yang ketat mengenai catatan proses persidangan. YLBHI dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sering menemui keterangan saksi dikutip secara berbeda baik di dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mau pun putusan majelis hakim.

Sumber: CNN

Shares: