FeatureHeadline

Jalan politik terakhir mantan Juru Bicara GAM Sofyan Daud

“berikan saya kepercayaan sekali saja, maka saya akan bekerja dan menunjukkan kepada rakyat Aceh apa yang akan saya perbuat,” tandasnya.
Mantan Juru Bicara GAM Sofyan Daud, saat hadir di PODCAST #hendrosakybicara, Jumat (8/12/2023). FOTO : popularitas.com/Husni

“berikan saya kepercayaan sekali saja, maka saya akan bekerja dan menunjukkan kepada rakyat Aceh apa yang akan saya perbuat,” tandasnya.

 

POPULARITAS.COM – Sofyan Daud merupakan mantan Juru Bicara Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Lelaki kelahiran Panton Labu, Aceh Utara itu, punya nama besar saat daerah ini dikecamuk konflik. Tak jarang, pria yang kini berusia 57 tahun itu, kerap dijadikan target negara.

Kiprah Sofyan Daud kian terasa, usai GAM dan RI menandatangani MoU pada 15 Agustus 2005. Pria yang lahir pada 1966 itu, ikut terlibat dalam proses perdamaian, bahkan tranformasi politik Gerakan Aceh Merdeka.

Saat damai Aceh, Ia ditunjuk sebagai Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA). Putra dari Muhammad Sofyan ini pun memimpin pemenangan Irwandi Yusuf saat Pemilihan Gubernur Aceh tahun 2006.

Sejak saat itu, nama Sofyan Daud kian besar, langkah politiknya diperhitungkan lawan dan kawan. Kala kawan-kawannya sebagai memilih jalur politik, baik itu menjadi bupati dan walikota atau anggota legislatif, Ia justru tak tertarik.

Publik Aceh kembali terperangah, kala Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengumumkan nama-nama calon anggota legislatif DPR RI partai berlambang moncong putih itu. Nama Sofyan Daud masuk dalam list yang diumumkan.

Jumat (8/12/2023), Sofyan Daud mendatangai kantor redaksi popularitas.com. kedatangannya memenuhi undangan sebagai narasumber Podcast program acara #hendrosakybicara edisi ke-16.

Saat ditanya, mengapa memilih PDI Perjuangan sebagai partai untuk mengantarkan dirinya ke senayan, Sofyan Daud berujar bahwa, membangun Aceh dibutuhkan dukungan politik partai terbesar di Indonesia. Jika dulu kita berperang dengan pusat, maka hari ini, Aceh harus berpolitik dengan pemerintah pusat.

Baginya, tak soal dari partai apapun Ia maju, sebab, sejak awal Ia sudah berkomitmen dengan PDI Perjuangan bahwa, dirinya jika terpilih dan dipercaya rakyat, akan lebih fokus membangun Aceh.

“Itu komitmen saya dengan PDI Perjuangan saya dipercaya sebagai caleg dari partai tersebut,” ujarnya.

Dirinya pun memastikan, memilih PDI Perjuanga, karna saat ini, partai itu merupakan partai mayoritas di parlemen. Dengan begitu, jika rakyat Aceh percaya pada dirinya sebagai calon anggota DPR RI, maka banyak hal yang akan Ia bisa lakukan bersama Fraksi PDI Perjuangan nantinya untuk kepentingan Aceh.

Jika pun nanti Ia tak terpilih, dalam arti, rakyat Aceh tidak memberikan kepercayaan pada dirinya, maka dia akan berhenti dari mengurus daerah ini dan tidak akan lagi berpolitik. “Jika saya tak terpilih nanti, saya berhenti memikirkan Aceh. Kemungkinan saya pindah dari daerah ini,” katanya.

Karna itu, untuk pertama kalinya Ia mau terjun secara langsung ke ranah politik praktis dan untuk terakhir kalinya juga Ia akan berhenti jika tidak dipercaya rakyat. “Ini jalan politik terakhir saya maju ke DPR RI lewat PDI Perjuangan,” tandasnya.

Namun, ketika nanti rakyat Aceh mempercayai dirinya mewakili daerah ini ke senayan, Ia telah memiliki sejumlah rencana-rencana politik untuk membangun Aceh lebih baik melalui pendekatan kebijakan dan pembangunan.

Dia menyebutkan, sejak perdamaian Aceh, pemerintah silih berganti, usia damai sendiri telah mencapai 17 tahun, dana otonomi khusus (Otsus) Aceh yang digulirkan pemerintah pusat sebagai buah perdamaian telah digelontorkan capai Rp95,9 triliun. Tapi apa hasilnya, rakyat daerah ini masih hidup dalam kemiskinan.

Persoalan kemiskinan ini jadi tanggungjawab kita semua, baik pemerintah di kabupaten, pemerintah provinsi, anggota DPR RI di pusat. Namun, semua jalan sendiri, tidak ada sinergitas antara semua elemen untuk membuat daerah ini maju.

Tentu saja, apa yang terjadi selama 17 tahun sejak damai ini patut kita sesalkan. Namun, menyesal bukan pilihan, kita tidak boleh menyerah. “Sebagai mantan prajurit GAM, tidak ada istilah menyerah dalam berjuang bagi saya,” ungkapnya.

Sofyan Dawood. Foto: AJNN/Tati Firdiyanti

Jika dulu kami berperang dengan pusat menggunakan senjata, maka saat ini, dirinya ingin melanjutkan perjuangan dengan politik, pilihan saya adalah DPR RI agar bisa berbuat optimal lewat kebijakan politik.

Aceh ini miliki banyak sekali potensi sumber daya alam, begitu juga dengan sektor lainnya. Banyak hal belum digarap secara benar. Seharusnya ini tugas pemerintah dan DPR RI untuk memaksimalkan semua kelebihan yang dimiliki daerah ini untuk mensejahterakan rakyat. “Tapi faktanya, hal itu belum dapat kita capai. Sedih dan miris jika kita lihat kondisi rakyat Aceh hari ini,” sebutnya.

Karnanya, jika nanti Allah memberikan kesempatan dan rakyat Aceh mempercayai dirinya mewakili Aceh ke senayan, dirinya akan lebih fokus memikikan sektor pertanian dan perkebunan, kelautan dan perikanan, serta kepariwisataan.

Tiga sektor, pertanian, kelautan dan pariwisata, merupakan keunggulan Aceh. Jika ini dimanfaatkan dengan baik dan benar, maka niscaya tidak ada lagi kemiskinan di daerah ini.

Ketiga sektor ini akan mampu berkontribusi pada upaya penurunan kemiskinan dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Terpenting, caranya harus benar dan dikerjakan dengan tulus dan ikhlas untuk kepentingan rakyat Aceh.

Sekali lagi, Sofyan Daud menegaskan bahwa, memilih sebagai anggota DPR RI lewat PDI Perjuangan adalah jalan politik terakhirnya. Jika rakyat percaya, Ia akan bekerja dengan benar, tapi jika tidak, maka dirinya akan hijrah dan pindah dari Aceh. “berikan saya kepercayaan sekali saja, maka saya akan bekerja dan menunjukkan kepada rakyat Aceh apa yang akan saya perbuat,” tandasnya.

Editor : Muhammad Fadhil

Shares: